Sondag 10 Maart 2013

MUSIK REGGAE & SCOOTERIST BAGAIKAN BENSIN & OLI SAMPING


Musik reggae dan scooterist bagaikan bensin dan oli samping.


Bagi sayah pribadi, ‘hitam-putih’ kehidupan berkomunitas dilingkungan scooterist bukan lagi hal asing. Karena, jujur dulu pernah menjerumuskan diri ngikut ‘nyemplung’ disalah satu klub scooter lokal dikota Ciamis. Jadi soal ‘tetek-bengek’ kenikmatan kaum scooterist masih sedikit terekam diotak yang kapasitasnya ndak lebih besar dari pada upil ini.
Ada sedikit hal yang menggelitik untuk disharing mengenai korelasi kegemaran musik para pecinta skuter asal Itali ini lho, ehhh, tunggu, Vespa yang beredar di Endonesa kan buatan dalam lokal kan? Lha wong pabrikanya PT. Dan Motor ada di Jakarta, bukan Itali. Iya, gak?
Bagi bikers awam, terutama penyemplak motor ‘wangi’, tidak sedikit yang merasa ‘ngeh’ bahwasannya mereka ini (scooterist) cenderung menyukai musik Reggae dibanding musik apapun. Menurut asumsi saya, lho. Iya gak?! Sangat berbanding terbalik dengan mayoritas komunitas satu kelompok bikers ‘parlente’ yang dimana tiap diadakan gelaran Jambore atau HUT komunitas, musik-musik modern lebih mendominasi sebagai pelengkap atopun penghibur agenda acara. Walopun tidak semuanya seperti itu. Catet!
Menurut pengamatan sayah. Ceile basanya. Selama mengenal tidak sedikit kaum ‘doyan’ Vespa, Reggae dan Vespa itu udah semacam satu paket utuh bak bensin dan oli samping. Entah kenapa kok bisa seperti itu? sayah juga kurang tau sejarahnya.
Ada aja pertunjukan reggae jika kegiatan besar kumpul bareng tiap komunitas ataupun klub Vespa digelar, walopun dangdut koplo juga kadang gak ‘mereka’ tolak.



(diatas adalah foto yang saya ambil ketika saya menghadiri acara Vespa di Pangandaran)

Selidik punya selidik. Agak merunut kebelakang serta ngegabungin kabar burung bagemana bisa musik yang notabennya berasal dari masyarakat niger Jamaika, masuk dan betah mendekam di indra dengar para scooterist yang awalnya booming dinegeri Victoria sanah (Inggris). Ceritanya sigh gini. Dulu, ditaun-taun 60′an, kaum muda kota London tengah marak dengan lahirnya berbage aliran baru (subculture) dan salah satunya Mod.
Mod lahir dari bentuk ketidak-puasan masyarakat ‘akar rumput’ terutama generasi mudanya akan sistem pemerintahan monarki yang udah jadi trade mark negara tersebut. Kesenjangan antara kaum ‘bangsawan’ dengan rakyat kelas 2 adalah sumber utama dari lahirnya paham-paham baru yang kerap menghiasi kehidupan warga dikota-kota besar sana. Lha terus apa hubungannya antara Mod, Reggae, dan Vespa Mania saat ini?
Perlu diketahui. Popularitas scooter di Inggris sana kala itu (era 60′an-70′an) tengah mencapai puncaknya. Kenapa seperti itu? mungkin, dikarenakan harga kendaraan yang menyerupai tawon tersebut sesuai dengan isi kantong rakyat kebanyakan. Model, serta gengsi menaikinya adalah simbol tersendiri bagi kaum anti kemapanan, terutama generasi Mod. Dan mengenai musik khas asal Jamaika yakni Reggae yang bisa membaur dan menjadi trend setter generasi 70′an khususnya di Inggris, tentu tidak lepas dari peranan Bob Marley serta groupnya The Wailers. Karena beliau lah yang mempopulerkan hingga tembus menjadi kiblat musik dunia. Bahkan gaungnya pun sampe masuk keranah musik British. Situh inget dengan group musik asli Inggris yang digawangi Sting? Yak, bener, The Police. Tidak sedikit permainan musik mereka terpengaruh genre reggae. Coba dengerkan tembang Roxanne kalo ndak percaya. Terus lagi ada band punk asli Inggris yakni The Clash. Tidak sedikit pula tema lagu mereka juga terecoki kocokan gitar khas musik reggae. Yang pada akhirnya memunculkan istilah Ska Punk kala itu.
Berhubung reggae sudah memasyarakat ditelinga publik kota London termasuk rakyat golongan kelas 2, maka tak ayal genre musik ini mampu melebur kepara kaum Mod sebagai salah satu musik mereka.

Lantas bagaimana bisa musik yang dianggap sebagai musik import malah menjadi tuan rumah bagi kaum Vespa mania disini? Kemungkinan, hal ituh terkait dengan life style kaum scooterist itu sendiri. Dimana awalnya menyangkutkan budaya Mod dengan generasi penikmat Vespa lokal, sama-sama menganggap dirinya sebagai golongan kelas 2 yang anti kemapanan. Maklum ‘rata-rata’ Vespa-goers adalah ‘wong cilik’. Walopun sekarang idiom tersebut udah mulai terkikis.
Nah sejak itu bagekan wabah, musik reggae berkembang pesat ke seantero pelosok negri, utamanya dikalangan scooterist. Dan seperti sudah menjadi sugesti jika ada acara kumpul-kumpul antar sesama sealiran tidak lengkap rasanya jika ndak dimeriahkan selingan musik reggae sebagai penghibur.
Yeah! akhirnya sampe sekarang, kira-kira latar belakang kenapa reggae bisa menjadi satu bagian dengan para scooterist.
Hos…hos…hos…hos…capek juga ya ngetiknya!
Demikian dari saya,
Salam SCOOTERIST INDONESIA......!!!!!

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking